Friday, October 24, 2008

Rencana Weekend

Weekend kemaren: Siang Lunch Di IP, Sabtu sore ke Karmel lalu malam ke La Oma Lembang, Paginya breakfast dan lunch di Parisj Van Java

Weekend ini mau ke Harco dan Senayan City

Tuesday, October 21, 2008

Krisis ekonomi di US dan masa depan kapitalism

Krisis ekonomi yang sekarang sedang menerjang AS mulai saya lihat dampaknya secara riil dalam kehidupan sehari-hari, meskipun dampaknya tidak seburuk pada saat depresi besar tahun 30an (sekurang-kurangnya kalau kita lihat melalui fim "Cinderella Man"). Sejumlah toko gulung tikar di kota kecil tempat saya tinggal saat ini. Beberapa teman merasakan betapa sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini. Pengalaman ini bahkan dialami oleh isteri saya sendiri.

Harga tiket untuk menonton pertandingan "post-season" Red Sox di Fenway Park merosot banyak, hampir mendekati "face value", artinya harga banderol. Pada musim normal, harga tiket melambung jauh di atas harga banderol. Walau pun harganya sudah didiskon lumayan besar mendekati harga banderol, tetap saja tiket tak terjual habis.

Empat hari yang lalu, gubernur negara bagian Massachusetts (MA), Deval Patrick, memutuskan untuk memotong bujet sebesar 1 milyar dolar, dan akan memecat pegawai negeri sekitar 1000 orang. Negara bagian MA melakukan pengetatan ikat penggang secara drastis. Salah satu pos yang mengalami pemotongan bujet adalah program asuransi kesehatan yang dibiayai negara, yaitu paket yang disebut MassHealth. Kedua anak saya menikmati program ini. Saya benar-benar khawatir apakah pemotongan ini akan berdampak pada program asuransi anak saya.

Salah satu perusahaan negara yang didirikan untuk memberi pekerjaan para para tuna-netra akan ditutup dalam waktu tiga bulan mendatang, padahal perusahaan ini sudah berdiri lebih dari 30 tahun. Sejumlah kaum tuna-netra melakukan protes atas pemotongan bujet ini. Sementara itu biaya perawatan taman kota juga mengalami pemotongan, sehingga kecantikan kota Boston mungkin tidak bisa dirawat dengan intensitas sebagaimana berlaku selama ini.

Pasti masih banyak dampak lain yang tidak bisa saya lihat karena saya tak langsung berkecimpung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Amerika. Sebagai seorang pelajar, saya hidup dalam sebuah "karantina sosial" yang membuat saya tak bisa langsung merasakan denyut kehidupan sehari-hari masyarakat Amerika. Saya hanya bisa memandang dari kejauhan.

Saya ingin melihat krisis ekonomi di Amerika saat ini dari sudut non-ekonomi. Krisis ini sangat positif bagi pemerintah dan rakyat Amerika sekaligus. Terus terang saya muak dengan pemerintahan Bush saat ini karena alasan yang sangat sederhana: pemerintahan AS di bawah Bush saat ini tampak sangat sombong. Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Partai Republik saat ini, McCain dan Palin, mewarisi kesombongan yang sama. Krisis ini memberi pelajaran kepada orang-orang Republik yang mind-set-nya saat ini cenderung "militeristik" dan "sok jagoan" agar mereka tahu bagaimana bergaul dengan bangsa-bangsa lain secara lebih sopan.

Yang memuakkan saya pada Partai Republik saat ini adalah kombinasi antara "fiundamentalisme Kristen" dan cara berpikir yang "sok jagoan" di kalangan mereka. Saya benar-benar tak betah mendengar retorika kampanye McCain-Palin yang sombong dan sinis. Selama kampanye ini, saya baru merasakan betapa masih mendalamnya rasisme dalam sebagian masyarakat Amerika. Yang paling menyakitkan buat saya adalah sikap sebagian publik Amerika, terutama kalangan Republik, yang menuduh Obama sebagai seorang Muslim. Seolah-olah menjadi seorang Muslim adalah "cacat sosial" yang membuat seseorang tak layak menjadi seorang presiden.

Sebagaimana diulas dengan baik oleh Fareed Zakaria dalam "The Post-American World", tak bisa dipungkiri bahwa dominasi Amerika saat ini sedang tersaingi oleh munculnya kekuatan-kekuatan lain, terutama di kawasan Asia (the rise of the rest). Banyak pihak di Amerika yang tak siap menerima kenyataan ini, terutama mereka yang memiliki mind-set sok jagoan itu. Krisis keuangan dan pasar saham di Wall Street saat ini, di mata saya, dari satu segi sangat baik, karena --semoga saja-- bisa menggembosi "sense of invincibility", rasa tak pernah bisa dikalahkan.

Saat Roger Federer selama berbulan-bulan menjadi petenis nomor satu di dunia yang susah dikalahkan, orang mengira bahwa Federer adalah "invincible". Ketika dia kalah berturut-turut di tangan Rafael Nadal dalam dua kejuaraan grand slam tahun ini, yaitu French Open dan Wimbledon, kita menjadi tahu bahwa Federer ternyata bisa "dilukai", bisa dikalahkan. Ternyata dia bukan "invincible". Selama ini, pemerintah AS, terutama kalangan neo-konservatif, merasa bahwa negeri AS adalah seperti Roger Federer yang "invincible" itu. Krisis ini datang untuk memberi pelajaran bahwa bahkan Federer pun mempunyai kelemahannya sendiri, dan karena itu bisa dikalahkan.

Krisis ini, di mata saya, bukan menandakan bahwa kapitalisme akan bangkrut. Kapitalisme mengalami krisis bukan sekali ini saja, tetapi sudah berkali-kali. Dan selama ini kapitalisme bisa mengatasi krisis-krisis itu. Keunggulan sistem kapitalisme dibanding dengan sistem lain adalah bahwa sistem ini mengandung mekanisme internal untuk mengoreksi dirinya sendiri.

Krisis ini sama saja dengan sebuah "teka-teki" dalam kerangka "sains normal" sebagaimana dipahami oleh Thomas Kuhn. Krisis ini tampaknya belum akan sampai berujung pada "perubahan paradigma" (paradigm shift). Setiap sains normal selalu akan berhadapan dengan apa yang oleh Thomas Kuhn disebut sebagai "contra-instances" atau fenomena yang janggal. Biasanya sains normal akan bisa mengatasi keadaan seperti ini, seraya melakukan penyesuaian diri dengan data-data yang sudah berubah.

Tetapi, krisis ini, di mata saya, kian memperdalam keadaan yang sudah berjalan saat ini, meskipun dengan sengaja hendak diabaikan oleh sebagian orang Amerika sendiri, yaitu keadaan bahwa Amerika bukanlah negeri yang tak bisa "terluka", bukan negeri yang tanpa "Achilles' heel". Kita semua tahu bahwa tindakan Bush beberapa tahun lalu yang melakukan serangan atas Irak secara unilateralistik telah membuat bangsa-bangsa di dunia marah bukan main. Saat ini, reputasi "moral" negara Amerika merosot total di mata dunia persis karena unilateralisme yang "sombong" itu. Krisis ini adalah positif karena bisa menjadi semacam jarum yang akan menggembosi balon "sense of invincibility" pemerintah Bush dan mind-set kaum Republikan dan neo-konservatif saat ini.

Meskipun krisis ini tampaknya tak akan membawa suatu peralihan paradigma, sebaliknya hanya merupakan teka-teki biasa dalam kerangka sains normal, tetapi, sebagaimana ditulis dalam majalah The Economist edisi terakhir ("Capitalism at bay"), memang ada suatu perkembangan baru yang memaksa banyak kalangan untuk berpikir ulang tentang praktek kapitalisme saat ini.

Dua mazhab besar dalam kapitalisme saat ini bertengkar dalam hal bagaimana memandang peran pemerintah dan pasar serta hubungan antara keduanya. Di satu pihak, kita melihat mazhab yang memandang peran negara masih tetap relevan bahkan diperlukan dalam kerangka mengoreksi pasar, sebagaimana kita lihat dalam teori Keynes selama ini. Di pihak lain kita melihat mazhab lain yang justru melihat peran pemerintah sebagai hal yang pada dirinya mengandung unsur yang distortif dalam pasar dan karena itu berbahaya.

Krisis sekarang ini memperlihatkan bahwa pasar, sekurang-kurangnya pasar keuangan sebagaimana diwakili oleh pasar saham di Wall Street, bukanlah "sistem tertutup" yang bisa bekerja sendiri tanpa membutuhkan peran lembaga publik di luar dirinya. Sebagaimana secara ironis ditulis oleh majalah The Economist, "In the short term defending capitalism means, paradoxically, state intervention".

Jangan salah paham: keduanya adalah mazhab dalam sistem kapitalisme, bukan aliran di luar sistem itu. Saya kira, debat antara dua mazhab itu tak akan pernah selesai dalam beberapa waktu mendatang, mungkin malah tak akan pernah selesai. Krisis saat ini yang memaksa pemerintah federal AS turun tangan untuk "menolong" bank-bank yang bangkrut selain merupakan sebuah "paradoks" dalam kapitalisme tetapi juga pertanda bahwa peran negara tak pernah akan bisa diabaikan.

Pasar, pada akhirnya, tidak bisa diandaikan "mengatur dirinya" sendiri secara menyeluruh, sehingga menolak intervensi dari pihak lain. Sementara peran negara kita andaikan sangat penting untuk meregulasi pasar yang mulai mengandung praktek-praktek yang membahayakan publik, kita juga harus awas terhadap peran negara itu sendiri. Peran negara tak bisa kita andaikan sebagai sesuatu yang dengan sendirinya "baik" karena sudah pasti mewakili kepentingan publik. Sebab apa yang disebut "kepentingan publik" yang ditegakkan melalui lembaga negara itu bisa pelan-pelan menjadi selubung untuk kepentingan sebuah "kroni" yang menyelundup sebagai "pembela kepentingan publik" tetapi sejatinya melayani dirinya sendiri.

Ini semua menyadarkan kita semua pada kompleksitas sebuah anyaman yang disebut sebagai masyarakat. Karena itulah dalam sosiologi, masyarakat biasa disebut sebagai "fabric" atau tenunan, sebab tersusun dari sebuah anyaman yang kompleks. Di masa mendatang, kita harus mulai membiasakan diri berpikir dalam kerangka kompleksitas semacam ini.

Ulil Abshar Abdalla

Monday, October 20, 2008

LOVE has no other desire but to fulfill itself

"Bagian tersulit saat mencintaimu adalah ketika melihatmu mencintai orang lain"

Saturday, October 18, 2008

My Head

Suneo - Abe

Carmel

Friday, October 17, 2008

Berita Duka : Shower Gel

Bad News : Bath and Body Works sudah tidak dijual di retail SOGO dan Watsons karena ditenggarai merupakan produk Import illegal yang masuk ke Indonesia, ada sumber menyebutkan pada beberapa hari yang lalu SOGO Plaza Indonesia sempat di segel oleg dep perdagangan untuk beberapa saat.....so anyone interesting to be legal importir for Bath and Body Works ?? or buy the license to sell it in Indonesia.....hmmmmm...sounds yummy hahahhaha (lha jadi g musti beli shower gel apa dong?)

Thursday, October 16, 2008

still "blooming"

My heart still "blooming" ketika ngedenger orang-orang menyebut nama-nya hahahaha

Tuesday, October 14, 2008

LEO Nacho Cheese

TVC LEO Nacho Cheese :

Sunday, October 12, 2008

On this very day

On this very day, i just realised one thing that for this past time i've been havin a relationship tat is so unreal... its just so easy sometimes for some people to just throw it out of a window like its a meaningless thing... i dont know about u guys... when goin thru roughbreakups some people can just move on so easily... personally i dont... i sit down thinkin about it... but finally i realised today tat she just a heartless woman,... so i guess the soon is the better for me to just get over with n try to move on... no more self pitying, no more crying, all i can say hope she get what she deserves...

Note: tulisan dari "tetangga" sebelah hehehe

Love has no other desire but to fulfill itself

When love beckons to you, follow him,
Though his ways are hard and steep.
And when his wings enfold you yield to him,
Though the sword hidden among his pinions may wound you.
And when he speaks to you believe in him,
Though his voice may shatter your dreams
as the north wind lays waste the garden.

For even as love crowns you so shall he crucify you. Even as he is for your growth so is he for your pruning.
Even as he ascends to your height and caresses your tenderest branches that quiver in the sun,
So shall he descend to your roots and shake them in their clinging to the earth.

Like sheaves of corn he gathers you unto himself.
He threshes you to make you naked.
He sifts you to free you from your husks.
He grinds you to whiteness.
He kneads you until you are pliant;
And then he assigns you to his sacred fire, that you may become sacred bread for God's sacred feast.

All these things shall love do unto you that you may know the secrets of your heart, and in that knowledge become a fragment of Life's heart.

But if in your fear you would seek only love's peace and love's pleasure,
Then it is better for you that you cover your nakedness and pass out of love's threshing-floor,
Into the seasonless world where you shall laugh, but not all of your laughter, and weep, but not all of your tears.
Love gives naught but itself and takes naught but from itself.
Love possesses not nor would it be possessed;
For love is sufficient unto love.

When you love you should not say, "God is in my heart," but rather, "I am in the heart of God."
And think not you can direct the course of love, for love, if it finds you worthy, directs your course.

Love has no other desire but to fulfill itself.
But if you love and must needs have desires, let these be your desires:
To melt and be like a running brook that sings its melody to the night.
To know the pain of too much tenderness.
To be wounded by your own understanding of love;
And to bleed willingly and joyfully.
To wake at dawn with a winged heart and give thanks for another day of loving;
To rest at the noon hour and meditate love's ecstasy;
To return home at eventide with gratitude;
And then to sleep with a prayer for the beloved in your heart and a song of praise upon your lips.

- Kahlil Gibran -

Saturday, October 11, 2008

Ketika Narsisme Menyerang....



"Kaya Film Apa yah ?"

Abe...Abe...Abe...


Vote for Me - 2029


"oh jadi ini pelaku-nya?????"

Friday, October 10, 2008

Obama or McCain

There’s a graph that Obama supporters are sending around, showing the differences between the Republican and Democrat tax cut proposals. It shows that Obama is not in fact planning to raise taxes - he’s planning to cut them for all but the very, very rich. I couldn’t help but notice though - the graph is still massively weighted towards the interests of the super-rich. For example, the bottom two-thirds of the population are given only a third of the space on the graph, while the top 0.1% of the population - one in a thousand people - gets almost 10%. What’s more, an “average tax cut” is then given, which seems to have been derived from taking a total of the nine income brackets shown and dividing it by nine. Journalists should really volunteer to take remedial arithmetic, you know. Once again, this ignores that one of the brackets represents one thousandth of the population.

So let’s make this a bit more accurate - let’s keep all the brackets, but draw it to scale.


(cc) US Tax Plans - Redrawing by Viveka Weiley is licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5 Australia License.

My redrawing is not perfect - I don’t know the detailed income distributions in America, only that the bottom three brackets equal 60% of the population, the next four are 39%, the next 1% and the next 0.1% (to make a total of 100.01%, but never mind) - but with some help from commenters (particularly zach) it’s becoming pretty good - the height of each bar now correctly reflects the source data. Also notice that even with my redrawing, median income (where Obama is proposing a sevenfold larger tax cut than McCain) is not in the middle, it’s down in the second or third-bottom bracket. This reflects the concentration of wealth at the top, as commenters have helpfully pointed out below.

Nonetheless it is a considerably truthier picture than the Washington Post version, which I reproduce below for comparison.



I’m still not certain that a bar chart is the ideal way to show this data, and there may be problems with my chart as well. Comments and corrections gratefully received. May this little analysis help you, to more understand about politic in America.

Thursday, October 09, 2008

Cabin yang bersih :)

Foto waktu jaman-nya dodol dibuat dari upil hehehe

S - Supersonics

Back to Office

Setelah liburan yang "terlalu panjang", akhirnya g masuk kantor lagi, kerjaan dan teman-teman ga ada perbedaan, yang beda hanya lah meja kantor g yang semakin rapih dan bersih hehehe. Maklum karena pengen tampilan baru di meja plus "desakan" dari berbagai pihak untuk segera "membersihkan" meja kerja g yang lebih mirip "tong sampah" daripada meja kerja hehehe

Sekarang sudah bulan Oktober, yang berarti 2 bulan lagi, kita semua bakal menginjak tahun yang baru, ga terasa segala sesuatunya berjalan dan memberikan kesan yang indah (no bitter lho hehe), mulai dari awal tahun yang berjalan sesuai impian dan rencana, sampai tengah tahun (summer season kalo kata orang bule) yang sangat indah dan ga bakal terlupakan (g ga pernah bilang summer season ini berakhir pahit dan ga jelas lho, biarkan waktu yang menerangkannya hehehe, you are still in my mind now, tomorrow and forever, you are the best gift i ever have)........actually i know you are not a player but let the time answer it, i'll give you time as long as you want.....like a poem that i ever sent to you :)

Balik lagi ke office things, sekarang lagi sibuk-sibuknya buat BP, Activity Plan 2009 dan one of my boss keep asking me "hei man, when will you take the car facility?" hehehehe.....i am appreciate for that, but not for now hehehe.

Waiting for something "bigger"
Yes i am waiting something bigger on November and December, i'll let all of you know about this at the end of December.
Something that would change my future, my dream and my life

One of my best friend will move to Singapore at the end of October, so i have to go back to Bandung, and make a little farewell party.


Thanks to T'sel Flash yang bisa ngebuat g connect ke dunia maya selama 24 jam penuh :)

Wednesday, October 08, 2008

Krisis Subprime di Amerika Serikat - Kalau Langit Masih Kurang Tinggi

Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya ''menceritakan" secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba:

Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan Direkturnya. .

Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat

Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.

Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung. !

Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak.

Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hokum perburuhan, dan seterusnya.

Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi ?

Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa? Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres?

Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan
cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over.
Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan.

Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana.

Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi.
Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun!

Sudah lebih dari 60 tahun cara ''membesarkan' ' perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia. Tapi, itu belum cukup.
Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized!
Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.
Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah
yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya.
Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah?

Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?

Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian.
Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata.

Begini ceritanya:

Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).

Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.
Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage.

Dengan keluarnya ''jalan baru'' pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait.

Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi ''jalan baru'' yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986.

Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.
Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin.

Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastic menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.
Kata ''mortgage'' berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas.

Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.

Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?

Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ''para pelaku bisnis keuangan'' sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba.

Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.
Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bias mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah.

Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras.

Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan. Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ''bank jenis lain'' yang disebut investment banking.

Apakah investment banking itu bank? Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ''hanya mirip'' bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ''deposito'' dari para pemilik uang, meminjamkan
uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang
bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernahmemikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenisinvestment banking itu.

Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ''personal banking''.

Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.
Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow.
Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage.
Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun.
Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.

Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya.

Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyakyang gagal bayar.

Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjamin an ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.

Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi?

Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan Negara Indonesia dijadikan satu.

Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ''menabung'' -kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu.
Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.

Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*)

Monday, October 06, 2008

Dimanakah "dia" ?

Dimanakah "dia" ?

Temukan apa arti dibalik cerita
Hati ini terasa berbunga-bunga
Membuat seakan aku melayang
terbuai asmara ooh…

Adalah satu arti dibalik tatapan
Tersipu malu akan sebuah senyuman
Membuat suasana jadi nyata
begitu indahnya

Dia… seperti apa yang s’lalu ku nantikan,
aku inginkan
Oh Dia… melihat ku apa adanya
seakan ku sempurna

Tanpa buat kata kau curi hatiku
Dia tunjukkan dengan tulus cintanya
Terasa berbeda saat bersamanya
Aku jatuh cinta

Dia… seperti apa yang s’lalu ku nantikan,
aku inginkan
Oh Dia… melihat ku apa adanya
seakan ku sempurna

Dia bukakan,
pintu hati ku yang lama tak bisa
Percaya ‘kan cinta
hingga dia disini
memberi cintaku harapan

Dia… seperti apa yang s’lalu ku nantikan,
aku inginkan
Oh Dia… melihat ku apa adanya
seakan ku sempurna

Give me your love
now so come on and love me
come on and love me

Friday, October 03, 2008

Mereka Bilang Saya ...... (1)

Thursday, October 02, 2008

L3ntera Jiwa

Lama sudah kumencari.. apa yang hendak kulakukan.. segala titik kujelajahi.. tiada satupun kumengerti.. tersesatkah aku?
Di samudera hidup…
Kata-kata yang kubaca.. terkadang tak mudah kucerna
Bunga-bunga dan rerumputan… bilakah kau tau jawabnya?
Inikah jalanku..? Inikah takdirku..? kubiarkan, kumengikuti, suara dalam hati, yang selalu membunyikan cinta.. kupercaya dan kuyakini murninya nurani.. menjadi penunjuk jalanku.. LENTERA JIWAKU

Nugie lewat lagu ini, sepertinya ingin menanyakan apakah pekerjaan atau usaha yang kita lakukan selama hidup kita ini sudah sesuai dengan passion kita?
Banyak orang yang bilang bahwa bila kita melakukan apa yang kita sukai maka hasilnya akan lebih baik dan lebih maksimal.
Berapa banyak teman kita yang kuliah di dalam maupun di luar negeri, ataupun sekedar kuliah namun akhirnya bekerja tidak sesuai dengan bidang yang diheluti-nya sewaktu kuliah.
Sementara bila kita bertanya pada teman-teman kita, “Apa sie Passion loe ?”
Banyak yang tidak bisa menjawab karena sudah terbiasa sejak kecil disuruh atau diarahkan

Have you found your Passion?



Lets see Eric Chang - 18 years old Photographer


"The worst days of those who enjoy what they do, are better than the best days of those who don't"

Your time is limited, so don't waste it by living someone else's life

Wednesday, October 01, 2008

Click .... Click

You Should Try !!!

Ada 3 jenis minuman dibawah ini yang musti bloggers pada coba, dan 3 jenis minuman ini pun ada nya di 3 tempat yang berbeda

1. Bird Nest : di Singapore or Malaysia
2. Es Nusantara : di Singkawang
3. Es Pisang Ijo : di Mangga Dua, Jakarta


Bird Nest : di Singapore or Malaysia, cocoknya pas panas2, atau setelah makan seafood....wuihhhh


Es Nusantara : di Singkawang



Es Pisang Ijo : di Mangga Dua, Jakart

Oktober

Sudah di hari pertama bulan October lagi nie huhuhuhu, cepet banget yah, ga kerasa, 2 bulan lagi dah di ambang tahun 2009.

Btw, Minal Aidin Walfa Idzin yah buat yang ngerayain-nya,

Cheersss

Abe