Wednesday, November 25, 2009

3×8 = 23

Yan Hui adalah murid kesayangan Konfusius yang suka belajar, sifatnya sungguh baik. Ketika Yan Hui sedang bertugas, ia melihat satu toko kain sedang dikerumuni banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual sedang berdebat. Pembeli berteriak, “3×8 = 23 , kenapa kamu bilang 24?” Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata, “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi!” Pembeli kain itu tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata, “Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Konfusius. Benar atau salah Konfusius yang berhak mengatakan. “ “Baik, jika Konfusius bilang kamu salah, bagaimana? ” Yan Hui mengiyakan dan bertanya. Pembeli kain, ” Kalau Konfusius bilang saya salah, aku akan potong kepalaku untuk kamu. Kalau kamu yang salah, bagaimana? “ Yan Hui menerima tantangan, “Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu. “ Keduanya lalu pergi mencari Konfusius. Setelah Konfusius tahu permasalahannya, Konfusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa, ” 3×8 = 23. Yan Hui , kamu kalah. Berikan jabatanmu kepada dia. ” Selama ini Yan Hui tidak pernah berdebat dengan gurunya . Ketika mendengar Konfusius bilang ia salah, diturunkannya segera topinya lalu diberikan kepada pembeli lain itu. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan rasa puas. Walaupun Yan Hui menerima penilaian Konfusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Gurunya sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau belajar darinya lagi. Yan Hui minta cuti dengan alasan ada urusan keluarga. Konfusius mengerti isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Konfusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat, ” Bila hujan lebat, janganlah berteduh dibawah pohon dan jangan membunuh. ” Yan Hui mengangguk dalam hati penuh tanya. Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir, sebagai tanda mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung dibawah pohon tapi ia ingat nasehat gurunya dan dalam hatinya berpikir untuk menuruti nasehat gurunya sekali lagi. Dia menjauh dari pohon itu. Belum lama pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur berantakan. Yan Hui terkejut, ternyata nasehat gurunya benar sekali dan terbukti. Apakah aku akan membunuh orang? Hal yang sepertinya tak mungkin ia lakukan. Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedang yang dibawanya untuk membuka pintu. Sesampai diranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang lain disisi istrinya. Dia sangat marah dan mau menghunus pedangnya . Pada saat mau menghujamkan pedangnya, ia ingat lagi nasehat gurunya, jangan membunuh. Dia lalu menyalahkan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya. Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Konfusius, berlutut dan berkata, ” Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi? “ Konfusius menjawab, “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawa pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh. “ Yan Hui berkata, ” Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangat kagum. “ Konfusius berkata lagi, “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah ada urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar dariku lagi. Cobalah kamu pikir, kemarin guru bilang 3×8 = 23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu saja. Tapi jikalau guru bilang 3×8 = 24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan kehilangan 1 nyawa. Menurutmu , jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting? ” Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata, “Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar-benar merasa malu. “ Sejak itu , kemanapun Konfusius pergi Yan Hui selalu mengikuti. Cerita ini mengingatkan kita ; Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku akan kehilangan kamu, apalah artinya? Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting. Banyak hal ada kadar kepentingannya. Jangan gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi akhirnya malah menyesal sudah terlambat. Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang. . . . #Catatan : Mungkin masing-masing orang punya perenungan tersendiri atas sebuah kisah yang dialami. Dari mana sudut pandang yang kita inginkan. Dan saya sungguh merasa cerita ini memberi pembelajaran yang sangat berguna dalam praktek hidup sehari-hari . Renunganku : Apakah aku harus selalu mengikuti ego kesombonganku yang ingin selalu mengalahkan orang lain, dan mau memang sendiri? Bukankah aku harus selalu merendahkan hati, agar dapat menerima pengajaran dari orang lain untuk memperkaya hati ini? Apalah arti sebuah kemenangan bagiku, kalau itu harus mengorbankan orang lain? Afirmasiku : ~ Aku tidak perlu berdebat kalau hanya untuk mengalahkan dan mempermalukan orang lain. Untuk apa memang diatas penderitaan orang lain. Dalam berdebat, semuanya mengalami kekalahan. ~ Tak ada salahnya aku untuk mengalah dan mendapat kerugian demi sebuah keuntungan yang lebih besar dan memberi manfaat bagi orang lain. ~ Aku harus selalu terbuka untuk menerima sebuah nasehat atau masukan, walau kadang kelihatan tidak ada guna dan manfaatnya bagiku , tidaklah perlu untuk diabaikan. Pasti ada manfaatnya suatu waktu untuk digunakan.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home