(Jangan) BERHENTI MENCINTAI
Seorang teman lama menghubungi saya setelah beberapa tahun tak bertemu. Ia menghubungi melalui telepon tak berhasil, saya baru ngeh waktu saya membaca pesan di inbox facebook. Ia membuat kalimat yang membuat saya langsung menghubunginya. “Gua dah balik ke Jakarta lagi. For good.”
“For good” itu diterjemahkan dengan kalimat singkat perkawinannya kandas di tengah jalan. Saya kagetnya setengah mati. Dan tambah kaget lagi dan nyaris mati ketika ia mengungkapkan alasannya mengapa kapalnya kandas di tengah jalan. Buat saya, kandasnya kapal sudah tak mengagetkan lagi. Belakangan rasanya kalau enggak kandas kok enggak gaya gitu… Seperti mudahnya mengganti tas setiap hari yang disesuaikan dengan warna baju dan acara yang akan dihadiri.
“THE DAY I STOP LOVING YOU”
Yang membuat saya hampir mati adalah alasannya bukan karena tidak cocok, bukan seperti ketidakcocokan memadankan warna baju dan tas, tetapi karena pasangan teman saya itu berhenti mencintai. BERHENTI. Dan pasangannya itu tak memberi alasan apa pun mengapa ia bisa melakukan itu. Teman saya mencoba mengingatkan, usaha yang sudah dia lakukan untuk melewati bahtera selama sekian tahun apakah akan dihancurkan secepat ini. Si pria tetap pada prinsipnya untuk mengandaskan kapal yang sedang berlayar itu.
Saya naik pitam. Saya bertanya BAGAIMANA ADA MANUSIA BISA MELAKUKAN SEBUAH TINDAKAN TANPA ALASAN? Bukankah manusia itu justru paling pandai sekali menciptakan alasan, sebanyak jalan ke Roma dan sejuta bintang di langit? Mana mungkin ada manusia yang bisa menghilangkan rasa yang diberikan Sang Pencipta dalam satu paket itu? Saya sampai bingung apa benar kata BERHENTI itu tepat untuk dipasangkan dengan MENCINTAI. Saya sampai membaca kamus untuk tahu apa arti sesungguhnya dari berhenti itu. Untuk pertama kalinya saya dibuat kelimpungan dengan kata yang saya pikir saya mengerti.
Kemudian saya teringat saat itu juga pada sebuah lagu yang dinyanyikan Oleta Adams yang judulnya saja menyayat hati, The Day I Stop Loving You. Saya seperti ditimpuk sebuah batu besar sampai seperti tak punya tulang untuk menyangga tubuh saya. BERHENTI MENCINTAI. Gila, saya pikir. Saya tak tahu apakah ayah saya yang menikah sampai tiga kali itu bisa berhenti mencintai ibu saya hanya karena ia mengawini perempuan berikutnya. Dan apakah ia akan berhenti mencintai yang kedua hanya karena yang ketiga sudah ada di tangan kanannya? Saya tak tahu karena tak pernah menanyakan hal ini kepada dia karena baru pertama kali inilah saya mendengar ada orang bisa BERHENTI MENCINTAI.
Maka, waktu ayah masih hidup, saya tak punya pertanyaan ini, jadi yaa.. lewat begitu saja. Sekarang ketika dihadapkan pada pertanyaan itu, ia sudah keburu memenuhi panggilan yang meciptakan dia, tanpa bisa menolak. Kepada yang memberikan rasa cinta kepada dirinya sehingga memampukannya menikah sampai tiga kali.
PEMBOHONG ATAU PENGECUT?
Wah, hari itu setelah saya berbicara dengan teman saya tersebut,saya dibuat pusing tujuh keliling. Lebih dari tujuh, mungkin. Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, saat melihat pribadi kondang yang saya baca di berbagai majalah, baik itu pribadi internasional dan nasional, yang kawin cerai seperti mudahnya membalikkan tangan.
Apakah ketika mereka bercerai dengan sejuta alasan, dari yang disilet sampai yang memang juara selingkuh, pada saat itu mereka berhenti mencintai? Apakah menikah lagi, atau seperti beberapa teman saya yang punya pacar lebih dari tiga adalah bukti mencintai itu tak pernah bisa dihentikan dan malah mungkin karena mereka kebanyakan rasa cinta sehingga salurannya perlu lebih dari satu?
Kemudian saya mencoba melihat perjalanan hidup dan bukan sekadar cerita cinta saya saja, benarkah saya sebagai manusia yang diciptakan sengan sejuta rasa bisa menghentikan semua atau salah satu rasa itu? Apakah saya bisa menganulir hitam dan hanya mempertahankan putih saja? Apakah mungkin yin itu hidup tanpa yang?
Berhenti mencintai ternyata bisa dilakukan. Saat saya melirik kepada orang lain dan jatuh cinta karenanya, apa pun alasannya, maka saat itulah saya berhenti mencintai pasangan saya yang sah. Berhenti mencintainya sebanyak seratus persen, maksud saya. Lama-lama presentase mencintai itu semakin berkurang dan akhirnya memutuskan untuk pindah ke lain hati. Tetapi, selalu saja alasannya mengapa saya berhenti mencintai. Ada sejuta alasan.
Ketika saya korupsi, ketika mencoba untuk menipu, ketika saya memanipulasi, ketika itulah saya berhenti untuk mencintai kebenaran. Alasannya juga sejuta. Ketika saya merusak tubuh saya, apa pun bentuk dan caranya, maka saat itulah saya berhenti mencintai tubuh saya yang sehat. Alasannya juga ada sejuta.
Kemudian saya bertanya lagi kepada diri sendiri, kalau sampai ada manusia di dunia ini mau berhenti melakukan sesuatu, terutama berhenti mencintai dan tak tahu alasannya, mungkinkah ia berbohong? Ataukah sejujurnya itu yang disebut pengecut? Dalam kegelapan malam, di dalam taksi yang mengantar saya pulang, saya masih kesal dan bingung. Yang di kepala hanya ada suara seperti tokek. Bohong, pengecut, bohong, pengecut…..
JANGAN PERNAH…
1.Berhenti mencintai. Cinta yang seratus persen pada pasangan Anda itu mampu mengalahkan ketidakbenaran, mampu mempertahankan perahu agar tidak kandas.
2.Berpikir bahwa dengan mencintai seratus persen Anda tak memiliki ruang untuk diri sendiri.
3.Mencintai kalau Anda tak siap. Ya uangnya, ya mentalnya, ya kekuatannya. Jangan pernah menyalahkan pasangan kalau sejujurnya Anda yang tak siap dalam segalanya.
4.Berpikir, memiliki ruang untuk diri sendiri dan mencintai seratus persen itu adalah sebuah perbedaan seperti siang dan malam. Itu sebuah komplimen. Sama seperti saat Anda member barang pecah belah, maka selalu saja ada gulungan kertas atau apa pun yang disisipkan di antara barang-barang ringkih itu,bukan? Itu berguna menjadi pelindung agar barang ringkih itu tidak menjadi porak dan poranda. Kertas yang disisipkan memang memberi jarak antara barang pecah belah itu, tetapi jarak itu bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk mempertahankan supaya tidak pecah.
5.Kalau Anda diciptakan untuk menjadi pengganggu hubungan orang, kecuali Anda sakit jiwa, merasa seperti bidadari penolong atau superman. Kalau begitu kejadiannya, mbok periksa ke dokter. Salah. Saya salah besar. Bagaimana mau ke dokter jiwa, lah wong sakit jiwa dan merasa seperti bidadari penolong atau superman. Maka, saudara-saudariku yang tercinta, hati-hati kalau bertemu dengan serigala berbulu domba.
6.Untuk menjadi pengecut. Kalau Anda merasa hubungan itu menjadi hambar, mbok bicara sama pasangannya, jangan diam saja atau malah curhat sama orang lain. Nanti curhat-curhat kecil jadi curhat besar. Nanti curhat di kafe pindah ke kamar hotel sambil bobo-bobo siang, sore, malam, sampai Anda tak bisa membedakan antara curhat dengan buka kancing baju.
7.Untuk menjadi oportunis. Cinta Anda itu bukan untuk dijadikan sarana mendekati pejabat ini dan itu, untuk naik ke jenjang profesi lebih tinggi, atau untuk memiliki masa depan yang lebih kinclong. Mungkin inilah yang disebut pelacuran yang sesungguhnya. Pelacuran macam ini sulit diberantas sama kamtib, hanya bisa sama nurani. Tetapi, nurani juga bisa dibebalkan. Jadi tak ada jalan keluar tampaknya. Nah, mending jadi opor ayam kalau begitu. Enak dan banyak orang suka.
8.Berpikir bahwa tidak akan ada harga yang harus Anda bayar dari berhenti mencintai kebenaran. Ingat, yang Anda taburlah yang akan dituai. Mungkin Anda tak menuai sekarang sehingga Anda makin percaya sebuah kesalahan seperti sebuah kebenaran yang sangat mungkin diterima dengan akal paling sehat sekalipun. Anda keliru besar. Akan datang masanya tagihan itu tiba di pintu hidup Anda. Jangan Anda kemudian mengeluh tak bisa membayar. Percaya saja. Saya pernah melakukan itu semua dan sampai sekarang harus menganggung akibatnya.
(Diambil dari Tulisan : Samuel Mulia)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home